Home Info Agribisnis Pertanian Petani Bukan Hanya Butuh Materi, Tetapi Butuh Ilmu dan Teknologi

Petani Bukan Hanya Butuh Materi, Tetapi Butuh Ilmu dan Teknologi

1531
SHARE
Biasanya orang yang kekurangan ekonomi selalu melihat uang sebagai kebutuhan satu-satunya. Namun tidak bagi Nanang Muhammad Yusuf (53 tahun), Ketua Organisasi “Tani Pondok Buah-Batu”, Kampung Buah Batu, Desa Mekarmanik, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Menurut petani yang dikenal sebagai ahli pembibitan tanaman pertanian ini, ilmu pengetahuan akan lebih berguna dalam menyelesaikan persoalan kehidupan petani yang selama ini sulit beranjak dari keterpurukan ekonomi.

“Saya punya pengalaman khusus soal ini. Saat petani mendapat bantuan uang, nyatanya tidak selalu membuahkan hasil yang baik. Bahkan modal material sekalipun belum menjamin peningkatan kesejahteraan kaum tani,” kata Nanang Muhammad Yusuf kepada Agribisnis Online, Senin, (10/10/2016).

Ditemui di rumahnya yang berdekatan dengan Hutan Arcamanik Kawasan utara Kabupaten Bandung itu, Kiai Nahdlatul Ulama yang juga wirausahawan pertanian ini banyak menyampaikan fakta-fakta lapangan kehidupan kaum tani pedesaan.

Menurutnya, ilmu pengetahuan bercocok tanam, pasca panen, teknologi dan marketing modern sangat dibutuhkan kaum tani.  Nanang Yusuf punya pengalaman, beberapakali terima bantuan material modal tanam dari pemerintah gagal. Pasalnya pemerintah tidak membantu ilmu-pengetahuan. Bahkan pemerintah sering salah arah dalam memberikan bantuan.

“Misalnya pemerintah memberi bantuan bibit kepada petani. Tetapi bibit itu ditampung di Kecamatan seminggu, di Desa Seminggu, di RW seminggu, di RT seminggu. Sebulan pindah-pindah tempat itu mengakibatkan bibit layu dan banyak yang mati,” keluhnya.

Pemberdayaan Swasta

Sementara Nanang punya pengalaman, pernah ada sebuah lembaga swasta Yayasan Dewan Pemerhati Kehutanan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) yang diketuai Sholihin Gp (Mantan Gubernur Jawa Barat-Red) yang mau mendengar masukan para petani dengan cara musyawarah. Hasil musyarawah itu memutuskan petani diberikan perangkat pembibitan dan benih serta melakukan pembibitan sendiri. Hasilnya, petani bisa mengatur waktu sendiri dan tanaman sehat.

“Kalau dari kalangan swasta memang lebih mau mendengar kebutuhan para petani. Itulah mengapa kami sangat senang ketika bapak-bapak dari ITB (Institut Teknologi Bandung-red) dan Yayasan Odesa sebelum memberikan bantuan fokus memperbaiki pengetahuan petani, kami lebih merasa antusias, apalagi diajari teknologi dan pemasaran modern,” papar Nanang.

nanangmuhammadyusuf

Foto : Nanang Muhammad Yusuf saat melayani pembeli bibit kopi.

Nanang menceritakan, belakangan ini pertanian kopi di kawasan Hutan Arcamanik mulai berkembang pesat. Namun ia menilai, perkembangan pertanian kopi masih sebatas menyerap tenaga kerja, belum sampai peningkatan kesejahteraan. Penyebabnya pengelolaan pasca panen dan pemasaran tidak bersandar pada ilmu pengetahuan baru karena, di kampungnya itu juga tidak pernah ada penyuluhan pertanian. Apa yang dilakukan pemerintah tak lebih hanya menurunkan bantuan-bantuan yang sifatnya material semata.

“Kalau pemerintah bisa berpikir baik seperti bapak-bapak dari ITB itu tentu hasilnya akan lebih baik. Buktinya dengan seringnya kita diajari berorganisasi, diberikan tayangan pengetahuan melalui internet, diarahkan ilmu organisasi pada akhirnya petani antusias berhimpun. Padahal sebelumnya petani sulit diajak bergotong-royong bersama. Masuknya pihak luar yang tidak semata kepentingan mencari tanah atau bisnis ini ternyata bisa menyatukan kami. Dalam masa awal perintisan saja sudah 45 orang anggota yang bergabung di satu kampung ini,” kata pria yang juga dikenal luas sebagai guru ngaji dan mahir pidato ini.

Pemberdayaan dari ITB yang dimaksud Nanang adalah kegiatan pelatihan yang dilakukan atas inisiatif personal di luar institusi ITB oleh Basuki Suhardiman yang dikenal sebagai peneliti  dari Unit Sumber Daya Informasi Comlabs ITB. Basuki yang juga dikenal sebagai wirausahawan pertanian ini selama berbulan-bulan bergerak bersama teman-teman aktivis pergerakan sosial dari Nahdlatul Ulama Kecamatan Cimenyan menginisiatori gerakan pembaharuan pertanian kopi yang berorientasi market global.

“Banyak problem di pertanian kita. Petani itu sebenarnya pintar karena punya pengalaman panjang. Pengalaman saya di berbagai tempat, asalkan kita serius mendampingi dan memahami persoalan kultural kehidupan kaum tani, mereka akan cepat maju. Kita hanya menambah kekurangan-kekurangannya saja,” ujar Basuki rendah hati. –M.Yusuf.

Simak Juga:  Petani Gunung Wilis Tanam Cabai Akibat 40 Hektare Lahan Cengkih Mati