Belum lama ini, pemerintah mengumumkan kenaikan tarif impor untuk industri Kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO). Tarif bea masuk untuk CPO asal Indonesia ke India naik hampir dua kali lipat. Pada sebelumnya, tarif bea masuk CPO Indonesia sekitar 7,5% lalu dinaikan menjadi 15%. Sementara itu, untuk produk turunannya terpantau naik menjadi 25% setelah sebelumnya hanya 15%.
Direktur Eksekutif Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Iskandar Andi Nuhung, sangat menyayangkan kenaikan tarif tersebut. “tarif bea masuk seharusnya jangan diskriminatif dari setiap negara,” jelasnya. Ia juga menambahkan, pasar India adalah pasar penting untuk produk sawit Indonesia. Selain penduduknya banyak, penggunaan minyak goreng di India juga merupakan yang terbesar di Dunia.
India menjadi incaran untuk ekspor sawit bagi negara eksportir seperti Malaysia dan Indonesia. Kedua negara ini merupakan pengekspor CPO terbesar didunia. Bea masuk CPO dan turunannya dari Malaysia lebih rendah dibandingkan dengan Indonesia.
Dengan kenaikan tarif masuk ini bisa saja dimanfaatkan untuk ekspansi ke pasar dan negara lain. Selain itu, perlu juga adanya peningkatan efektifitas produksi serta kualitas dari CPO yang dihasilkan di Indonesia. Hal tersebut merupakan langkah antisipasi protes terhadap produk cPO Indonesia.
Walau demikian, ekspor CPO Indonesia ke India masih lebih tinggi dibandingkan Malaysia. Melihat data International Trade Centre (ITC) di tahun 2016, Ekspor CPO Indonesia ke India sebesar 2.94 juta ton. sementara ekspor CPO Malaysia ke India ditahun yang sama masih dibawah Indonesia yaitu sebesar 2.2 juta ton