Tindakan diskriminatif terkait penghambatan yang Uni Eropa tentang pemanfaatan minyak sawit untuk biofuel, sedangkan langkah ini menurut pemerinta untuk kesadaran terhadap lingkungan yang harus selalu dijaga.
Sesuai keterangan dari Peter F. Gontha selaku staff khusus dari kementerian Luar Negeri menjelaskan larangan tersebut sesuai gagasan yang tertera di RED II (Renewable Energy Directive) penggunaan minyak sawit ini akan memberikan pengaruh terhadap pasar.
Bahkan kabar yang sedang beredar problema mkinyak sawit sebagai bahan politik dagang yang menimbulkan diskriminasi komoditas. Ketika peraturan ini diberlakukan sudah dipastikan akan merugikan salah satu pihak dan tidak ada hubungan konsumen dan sebagainya.
Organisasi kesehatan dunia sudah menyatakan jika langkah tersebut tidak ada hubngannya dengan masalah lingkungan atau akan mempengaruhi kesehatan ini murni sebuah politik dagang. Terkait masalah ini pemerintah akan menganalisa kembali hubungan dengan Uni Eropa terkait kebijakan RED II yang akan disepakati 12 Mei pertengahan tahun ini.
Langkah pemerintah ini sudah dipastikan akan sesuai dengan harapan karena tidak termasuk non tarif, pertimbangan yang akan diajukan ke WTO agar kebijakan yang akan diterapkan Uni Eropa tidak merugikan sektor komoditas Indonesia.
Jika hambatan yang dilakukan Uni Eropa ini berhasil sudah pasti langkah Indonesia di WTO untuk minyak sawit akan semakin kesulitan. Jumlah petani yang lebih besar membuat perbandingan produksi juga akan semakin besar dan tidak ada akan memberikan pengaruh negatif.