CropLife Asia saat ini mengambil sikap dalam mendorong pemerintah guna menyusun regulasi mengenai benih biotek dalam upaya mereka meningkatkan efisiensi di produk pertanian, dan menekan angka impor, nantinya langkah ini dinilai akan menstabilkan harga pangan di Tanah Air.
Croplife Asia salah satu asosiasi industri yang berjalan dalam bidang perlindungan tanaman dan benih (bioteknologi) dan selama ini memang sudah menjembatani petani dalam kawasan Asia guna memakai jalur teknologi, yang diwujudkan dengan benih hibrida dan juga benih bioteknologi. Selama hampir 15 tahun didirikan, Asosiasi ini sudah menggandeng DuPont, Nufarm, Dow AgroSciences, BASF, FMC, Monsanto, Bayer CropScience, serta juga Syngenta.
Siang Hee Tan selaku Direktur Eksekutif CropLife Asia mengatakan kalau 39 juta petani kecil memang sudah menjadi anggota di kawasan Indonesia. Sejauh ini memang sektor pertanian yang ada di Indonesia sudah menyerap sebanyak 40% semua angkatan kerja. Selama ini kontribusi mereka dalam sektor ini masih sebesar 14%. Dan ini menjadikan kalau langkah mereka masih tak maksimal dalam segi penerapannya dilapangan.
“Kini kita akan mengupayakan peningkatan taraf petani ke bentuk teknologi. Usai sektor pertanian memang penuh dengan faktor penghalang untuk target maksimal usai adanya banyak sekali bencana kekeringan, banjir, serta juga suhu berbeda dalam masing-masing wilayah pengembangan,” ungkapnya.
Memang mulai 10 tahun berjalan, pihak Croplife Asia dengan upaya konsisten sudah memperkenalkan teknologi perbenihan, dan sudah meningkatkan angka produktivitas pertanian ke semua petani yang ada di Tanah Air. Beberapa kali pun mereka menggelar seminar dan juga workshop dan hasilnya produktivitas jagung yang di awalnya 3-4 ton per ha mampu meningkat drastis sebanyak 10 ton per ha saat memakai bioteknologi.