Nelayan yang ada di Demak, Jawa Tengah, masih tetap belum juga terbiasa memakai elpiji untuk menghidupkan mesin kapal. Sejumlah nelayan masih cemas pengoperasian yang salah dapat menyebabkan ledakan.
Rekwan, salah satu nelayan yang berasal dari Desa Kerasanwalang, Bonang, Demak, menjelaskan, dalam menjalankan mesin kapal memakai tabung gas memang terbilang masih cukup rumit.
” Problemnya itu gas, gampang meledak. Karena hanya dengan kesalahan kecl akan berdampak besar” tuturnya waktu didapati di Pelabuhan Perikanan Pantai Morodemak hari Kamis 7/9/2017.
Kebiasaan merokok waktu melaut juga susah dihindari. Ahmad Abdullah, saah satu nelayan asal desa yang sama, susah untuk tidak khawatir waktu dianya merokok. Dia cemas gas dari tabung yang akan sangat sensitif dengan api.
Rekwan serta Ahmad yaitu dua dari 513 nelayan Kota Wali yang terima pertolongan paket perdana konversi BBM ke elpiji tahun ini untuk nelayan kecil dengan ukuran kapal kurang lebih 5 gros ton. Tahun lantas, Demak memperoleh alokasi 400 paket. Paket tersebut diisi dua tabung elpiji 3 kg serta konverter kit untuk merubah system bahan bakar untuk mesin kapal dari yang semula memakai bensin jadi elpiji.
Selama ini, keduanya masih tetap menunjukkan apakah melaut memakai elpiji lebih irit dari pada bensin.
” Belum juga dapat dihitung. Kita tunggulah sekian hari sekali lagi, ” kata Rekwan yang baru memakai pertolongan tempo hari, Rabu 6/9/2017.
Rekwan yang turun ke laut mulai sejak 1973 itu keluarkan cost perbekalan Rp 30.000 untuk bensin, makanan, serta rokok. Melaut sepanjang 9 jam mulai jam 07.00 sampai 16.00 one day fishing, Rekwan memerlukan tiga liter bensin yang ditebus Rp 8.500 per liter dari pengecer.
Sesaat, Ahmad memerlukan dua liter pertalite untuk satu hari melaut. Dia membelinya dengan harga Rp 9. 500 per liter ke pengecer.