Kesempatan usaha daging sapi terbuka lebar di dalam kurangnya infrastruktur system pendingin. Ketua Umum ARPI (Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia) Hasanuddin Yasni menyebutkan kesempatan datang dari pengaturan system cold chain. Menurutnya, RPH (rumah potong hewan) yang baik jadi satu diantara kunci perlu untuk kwalitas daging sapi yang juga akan dibekukan serta disimpan.
” Walaupun daging sapi beku telah bisa di pastikan aman dikonsumsi serta memiliki loabel halal, beberapa besar masyarakat menengahmasih tetap lebih pilih daging fresh ‘panas’ di pasar tradisionil. Walau sebenarnya, daging fresh tetaplah berisiko ditambah untuk bahan pengawet beresiko, ” tuturnya, Senin 4/9/2017. Ketergantungan masyarakat pada daging fresh itu buat harga rawan fluktuasi.
ARPI mencatat mengkonsumsi per kapita untuk daging sapi nasional untuk tahun lalu 2,6 kg per tahun, relatif sama juga dengan tahun sebelumnya. Mengkonsumsi yang menjangkau 680.000 ton tahun lantas itu 60% disuplai sapi lokal, sedang sisanya dari import.
” Sangat disayangkan kalau kemampuan logistik berpendingin yang ada baru dipakai 80% dari daging sapi import, ” tegas Hasan.
ARPI merekam penyebabnya kualitas daging sapi lokal yang kalah dengan kualitas daging import yaitu infrastruktur rantai dalam pendingin yang belum juga berjalan berkesinambungan.
Hasan mengatakan perlakuan rigor mortis di RPH tidak sempurna sebelumnya daging dibekukan, sistem menjaga kualitas belum juga standard, sarana rantai pasok ke customer akhir belum juga seutuhnya dapat mengontrol suhu sepanjang distribusi ataupun di outlet pasar tradisionil serta minimarket, dan sistem pencairan product beku tidak tepat di rumah tangga maupun miniresto.