Saat ini pelaku usaha HTI (hutan tanaman industry) saat ini merasa dikecewakan akan adanya regulasi tata kelola lahan gambut pemerintah kala saat ini memang akan berpotensi mengancam semua investasi mereka.
Memang dalam tahun kemarin Presiden Joko Widodo sudah meneken PP No. 57/2016 soal Perubahan atas PP No. 71/2014 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan lahan Gambut.
Kedepannya, Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan bakalan akan merilis Permen LHK No. 17/2017 mengenai Perubahan Permen LHK No. 12/2015 mengenai Pembangunan Hutan Tanaman Industri jadi salah satu operasionalisasi PP 57/2016 ke semua pemegang izin.
Sesuai dengan PP 57/2016, ebuah konsesi diwajibkan harus mengalokasikan sebesar 30% areal kerja guna jadi zona lindung di skema kesatuan hidrologis lahan gambut. Dimana zona lindung tersebut memang tak boleh digarap guna komoditas HTI semisal akasia dan ekaliptus.
Guno Widagdo selaku Tenaga Ahli PT SGP (Suntara Gajah Pati) saat ini menilai kalau pemerintah sama sekali tak memberikan perlindungan hukum serta juga investasi ke semua pelaku usaha HTI. Kemudian dia lantas membandingkan perhatian pemerintah ke usaha dengan basis daring (online) kala sejauh ini memang ramah bisnis.
“Saya sangat iri dengan Gojek. Apalagi soal keputusan menteri kala melarangnya, namun Presiden kemudian membela. Sejauh ini kami malahan sudah berinvestasi sangat besar. Kenapa kami masih dianak tirikan dan dipandang sebelah mata?” ungkap Guno.
Guno dalam saat itu juga menilai kalau regulasi gambut memang kontraproduktif bersama regulasi-regulasi di era Siti Nurbaya saat masih menjadi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan kala saat itu masih pro investasi. Mengingat saat itu penatausahaan hasil hutan memakai daring dan hasilnya sangat efisien dan menguntungkan pebisnis.